• Jelajahi

    Copyright © tweetup.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Recent Posts

    Visi Suci Haji Melepas Keangkuhan dan Ego, Flexing Bukan Tindakan yang Tepat

    TWEETUP
    Kamis, 29 Juni 2023, 7:18 PM WIB Last Updated 2023-06-29T12:18:55Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     

    Dr (c) Ramdansyah MH, MKM, MA, MUd, MFil selaku  Khatib Hari Raya Idul Adha, Kamis 29 Juni 2023 atau  1444 Hijriah di Masjid Matraman Jakarta Timur

    Jakarta, TWEETUP.ID - Ibadah Haji merupakan perjalanan sosial yang sarat makna. Padanya terdapat seperangkat aktivitas simbolik tentang perjalanan umat manusia menuju tingkat ketakwaan sejati. Haji adalah merupakan upaya penerapan kesetaraan baik dalam persepsi teologis maupun  sosiologis. Demikian salah satu benang merah yang disampaikan oleh Dr (c) Ramdansyah MH, MKM, MA, MUd, MFil selaku  Khatib Hari Raya Idul Adha, Kamis 29 Juni 2023 atau  1444 Hijriah di Masjid Matraman Jakarta Timur


    "Coba lihat jamaah haji tawaf mengelilingi Ka’bah. Semua  manusia bergerak seirama dan senada dalam posisi kemanusian yang sama. Tiada yang mulia maupun yang hina, karena yang ada hanyalah  dua eksistensi yakni; Tuhan dan manusia yang menyatu dalam  sebuah momen ritual yang unik," ujar Ramdansyah.

     

    Perenungan tentang haji, menurutnya,  mengungkapkan pertama kali sebelum berhaji, maka harus berihram. Berniat untuk melakukan haji dan  menjalankannya. Visi suci haji adalah melepas keangkuhan dan ego  yang lekat pada simbol baju yang putih tanpa jahitan. Saat istri pejabat, anak pejabat dan selebriti menampilkan flexing, maka  pesan ibadah  haji adalah menegasikan atau menolak hal ini. Flexing adalah perilaku seseorang yang  memamerkan atau menunjukkan kekayaan atau kemewahan yang dimilikinya. Biasanya yang dipamerkan adalah yang melekat pada  tubuh orang tersebut. Benda-benda yang melekat seperti sepatu, jam  tangan, baju dengan nilai ratusan hingga mencapai milyar rupiah


    Dr (c) Ramdansyah MH, MKM, MA, MUd, MFil selaku  Khatib Hari Raya Idul Adha, Kamis 29 Juni 2023 atau  1444 Hijriah di Masjid Matraman Jakarta Timur

    Ihram juga pertanda bahwa siapapun yang berhaji harus menggunakan pakaian putih tanpa jahitan. Umumnya, tidak bermerek dan tidak ada simbol Dolce Gaban, Louis Vitton, atau merek-merek terkenal lainnya. "Di sini kita  diingatkan bahwa flexing bukan tindakan yang tepat di saat banyak  umat yang menderita kesusahan dan kelaparan," katanya.


    Selanjutnya dengan dikenakannya pakaian ihram, maka sejumlah larangan harus diindahkan oleh pelaku ibadah haji. Kita dilarang  berhubungan seksual. Dilarang mencabut pepohonan, menyiksa binatang, menumpahkan darah, bahkan dilarang membunuh atau menumpahkan darah. "Dilarang juga berhias supaya setiap jama’ah haji menyadari bahwa manusia bukan materi semata-mata, bukan pula nafsu birahi; dan bahwa hiasan yang dinilai Tuhan adalah hiasan ruhani," tegasnya.  Dilarang pula menggunting rambut dan kuku supaya masingmasing menyadari jati dirinya dan menghadap kepada Tuhan sebagaimana apa adanya.


    Semua benda  yang melekat pada diri kita dapat melambangkan kekuasaan dan strata.  Namun dalam keadaan ihram, semua ini ditanggalkan agar manusia sederajat. Manusia tampak sebagai manusia yang sama. Inilah humanisasi.  Semua orang harus dihargai. Saat memakai pakaian non ihram simbol  ego manusia menjadi lebih tampak. Tetapi, dengan pakaian ihram,  ego-ego manusia dihilangkan.


    oleh Dr (c) Ramdansyah MH, MKM, MA, MUd, MFil selaku  Khatib Hari Raya Idul Adha, Kamis 29 Juni 2023 atau  1444 Hijriah di Masjid Matraman Jakarta Timur


    Coba lihat ketika sholat hari ini di lapangan, khususnya di hari raya iedul fitri. Semua, terutama anak-anak ingin menggunakan  pakaian baru dan merek yang sedang ramai di televisi, tik tok, atau  tokopedia. Dengan sarung, baju koko atau kopiah yang dimiliki, maka  dirinya ingin dikenali sebagai orang berkelas. Baju baru, sarung baru, kopiah baru dan sendal baru menjadi penanda bahwa kita berbeda.  Kita bukan “kaleng-kaleng”, sementara yang pergi sholat dengan  perangkat tahun-tahun sebelumnya adalah “kaleng-kaleng”. 


    "Ihram membebaskan strata, golongan, dan kasta dalam masyarakat. Islam memandang sama manusia. Haji menunjukkan  kepada kita agar menjadi orang yang berpikir. Berpikir bahwa kita  semua sama, kecuali ketaatan kita kepada Yang Maha Suci, Allah swt," tutur Ramdan. ***

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    -->